Belajar menjadi lelaki pilihan ternyata bukanlah hal yang mudah. Khususnya ketika memasuki dunia berkeluarga. Semua idealisme dan planing-planing yang dirancang sebelum menikah, berbeda 180 derajat dengan kenyataannya. Buku-buku yang menumpuk habis dilahap sebagai bekal berumah tangga, ehm… engga ada pengaruhnya sama sekali…
Begitu juga tentang teori-teori berinterasi dengan anak…
Kelahiran dan keberadaan seorang anak di lingkungan keluarga, terutama keluarga kecil, sebenarnya sangatlah diharapkan, sebagai penghilang rasa lelah, sebagai penyemangat, apalagi saat-saat usianya yang sedang menggemaskan. Siapapun akan sangat mensyukurinya. Seolah menjadi manusia yang paling bahagia di muka bumi ini.
Menjadi figur seorang Ayah bagi seseorang yang baru berperan sebagai sosok Ayah, ternyata gampang-gampang susah. Terutama bagaimana ketika kita diharuskan memegang konsekuensi dari apa yang kita ajarkan terhadap anak-anak. Ketika kita menginstruksikan A, maka kita juga harus menjalankannya. Bahkan tidak jarang sang Anak mengkritik dan mengingatkan kenapa Sang Ayah tidak melakukannya.
“Ayah, habis sembahyang doa dulu”
“Ibu, mau makan doa dulu”
“Ayah, Mau berangkat kerja salim dulu sama Ibu”
“Bla…Bla …Bla…”
Juga bagaimana Seorang Ayah dituntut untuk lebih ekstra bersabar dalam menghadapi celotehan dan ocehan Sang Anak. Sangat menarik dan Menyenangkan sebenarnya, walau pada saat-saat tertentu ketika merasa lelah dan bad mood, bukan hal yang menyenangkan ketika menanggapinya, tetapi ketidaksabaran dan emosi sebagai penyelesaiannya.
Maafkan Ayah Nak …
Kenapa kamu terus saja berceloteh, padahal dulu ketika kamu belum bisa berkata apa-apa ada kekangenan untuk mendengarkan celotehanmu.
Kenapa kamu tidak bisa dilarang, padahal apa yang kamu lakukan adalah wujud keingintahuan yang sangat besar.
Bukankah anak itu belajar dari pengalaman? Belajar dari apa yang dia lihat, dia dengar dan dia rasakan? Sungguh Anak itu peniru dan plagiator sejati, sehingga setiap langkah setiap sikap tidak lepas dari pantauannya untuk kemudian jurus penirunya akan diperlihatkan.
Maafkan Ayah Nak, kalau seandainya Ayah belum bisa bersabar dalam mengimbangi ritme dan pola keseharianmu.
Maafkan Ayah Nak, kalau akhir-akhir ini Ayah kurang merespon semua keinginanmu, dan karena ketidaksabaran, seringkali luapan amarah dan cubitan demi cubitan menghampirimu dengan “membunuh” rasa belas kasihan, tidak peduli kamu meringis karena kesakitan, atau marah karena melihat Ayahmu marah dan merasa seolah kamu tidak diperhatikan …
Maafkan Ayah Nak, jika sampai detik ini Ayah belum bisa memberi contoh yang baik..
Ayah mengajarkan agar kamu bisa menghargai milik orang lain, tapi tidak jarang Ayah merebut mainanmu dengan alasan Ayah tidak mau kamu terluka.
Ayah mengajarkan agar kamu selalu membiasakan sembahyang dan ngaji, tapi tidak jarang Ayah masih suka malas-malasan menjalankannya.
Ayah suka melarang kamu marah, tapi berapa kali dalam sehari Ayah marah-marah hanya karena Ayah tidak sabar dan tidak mau diganggu.
Berapa kali Ayah minta tolong kepadamu, tapi sudah berapa kali pula Ayah tidak mengikuti apa kemauanmu padahal bagimu itu adalah hal tersulit yang membutuhkan pertolongan Ayah …
Maafkan Ayah ketika Ayah sepulang kerja tidak mau memandikanmu padahal kamu sudah menunggu kepulangan Ayah agar Ayah bisa memandikanmu, dengan alasan lelah, padahal bagimu itu adalah saat-saat yang paling menyenangkan setelah seharian tidak beretemu…
Maafkan Ayah yang belum bisa mengajarkan nilai-nilai positif, padahal Ayah tahu, ketika Ayah marah, maka kamu akan belajar menjadi sosok temperamental, ketika Ayah memukulmu, mencubitmu, maka saat itu engkau sedang belajar menyelesaikan masalah dengan kekerasan, ketika Ayah tidak melakukan apa yang telah diperintahkan kepadamu, maka secara tidak sadar kamu sedang belajar untuk tidak konsisten, ketika Ayah melarang kamu melakukan ini dan itu dengan alasan demi kebaikanmu, maka saat itulah Ayah sedang membunuh karaktermu sehingga kamu menjadi sosok yang tidak percaya diri…
Ayah masih harus belajar banyak. Bukan belajar kepada tumpukan buku, bukan bertanya kepada orang yang sudah berpengalaman, bukan konsultasi kepada seorang konsultan, tapi Ayah harus banyak belajar kepadamu. Belajar untuk terus bersikap positif, belajar bagaimana mencintai dengan ketulusan, belajar bagaimana menjadi sosok yang pemaaf, belajar menjadi orang yang konsisten, karena bagiku kamu adalah guru kecilku yang mengajarkan arti dan makna kehidupan sejati. Bukan sekedar teori, dan apapun itu, Ayah masih tetap ( Belajar ) Menjadi Lelaki Pilihan …..
0 komentar:
Post a Comment